Karena kondisi-konsisi tertentu, anak bisa menjadi tidak mandiri dan ingin terus melekat pada ibunya. Berikut ini pengalaman dua ibu yang pernah mengalami hal itu
Lina Wijaya (39 tahun),Staf akunting, ibu dari Rheza (6 tahun), Renardi (3,5 tahun) dan Ranni (1,5 tahun)“Karena Lahir Adiknya”Anak saya yang lekat terus pada saya adalah Renardi, anak kedua saya. Setiap hari kalau saya ke kantor, pasti dia menangis dan minta digendong. Jadi, sebelum pergi, saya harus menggendongnya sampai naik ke kendaraan. Tangisnya baru berhenti kalau saya lenyap dari pandangannya. Begitu juga kalau saya hanya pergi sebentar, entah ke warung atau ke apotik, pasti Renardi minta diajak. Dia tidak pernah bisa ditinggal.Di rumah pun, dia minta digendong terus menerus. Alasannya, dia merasa capai. Kalau saya mau ke kamar mandi, untuk mandi atau keperluan lain, pasti Renardi maunya ikut saya. Padahal, sudah saya jelaskan saya mau mandi dulu. Tetap saja dia tidak mau ditinggal dan minta ikut. Ada saja alasannya, mau pipislah, mau buang air besarlah dan sebagainya. Tapi sesampainya di kamar mandi, dia tidak melakukan apa yang dia sebutkan tadi itu. Dia cuma beralasan agar bisa ikut saya ke kamar mandi.Begitu juga kalau tidur. Sampai sekarang Renardi masih sekamar dengan saya, ayahnya dan adiknya, Ranni. Sedangkan Reza, si sulung, sudah pisah kamar. Sebelum tidur, saya harus memeluknya sampai dia terlelap. Baru, setelah itu, saya menemani Ranni. Kalau tidak... pasti Renardi menangis.Tentu saja saya pernah kesal menghadapi dia. Saya pernah mendiamkannya ketika Renardi sedang menangis meraung-raung. Tapi mendengar dia terus menangis, lama kelamaan saya kasihan. Akhirnya, ia saya gendong dan langsung diam.Dalam hati kecil sebenarnya saya senang dia lekat terus pada saya. Itu artinya ‘kan dia membutuhkan saya. Tapi saya juga khawatir, kalau lekat terus pada saya, ia jadi tidak mandiri. Padahal, ia sudah punya adik.Sebelum lekat terus pada saya, di usia 1,5 tahun, Renardi menempel betul pada pengasuhnya. Kalau mau tidur, yang dicari adalah pengasuhnya. Saya cemburu sekali. Karenanya, saat anak ketiga lahir, saya tidak memakai tenaga pengasuh lagi. Renardi pun jadi lengket sekali pada saya.Kalau saya perhatikan, melekatnya Renardi pada saya adalah sejak Ranni lahir. Dia kelihatannya cemburu sekali pada adiknya. Kalau saya gendong adiknya, dia langsung meminta saya untuk meletakkan adiknya dan menggendong dia. Bahkan saya pernah menggendong keduanya. Satu tangan menggendong Rani, satu tangan menggendong Renardi.Menariknya, kalau pada kakaknya, Reza, ia tidak cemburu. Kalau mainannya dipinjam kakaknya dia tidak berkeberatan. Lain kalau mainannya dimainkan adiknya, langsung direbut sambil berkata, “Ini punya Ndi” (Renardi memanggil dirinya, Ndi, Red ).Untuk mengatasi sikap itu, saya mencoba memberikan pengertian dengan mengatakan, ”Masa Ndi minta gendong terus sama Mama? Adik Ranni aja en ggak. Malu dong sama adik Ranni.” Saya juga kini tengah mempersiapkan Renardi masuk TK di tahun ajaran baru ini agar dia bergaul dan punya lingkungan sosial yang tepat
.Norina Setyawati Girindra (36 tahun),Ibu rumah tangga, ibu dari Reza Girindra ( 5,5 tahun)“
Terbiasa Jadi Anak Tunggal”
Putra saya, Reza (5,5 tahun), sampai sekarang masih lekat terus pada saya. Dia selalu minta ikut ke mana pun saya pergi, walaupun saya hanya pergi ke toko atau pasar swalayan di dekat rumah. Kalau tidak diajak, dia pasti menangis.Begitu juga kalau sekolah. Sampai sekarang sudah duduk di TK B, Reza masih minta saya temani. Padahal tahun ini dia akan masuk SD. Yang saya tahu di SD anak tidak boleh ditunggui. Tapi bagaimana?Sejak masih di play group Reza selalu minta ditemani. Pokoknya dia maunya saya yang mengantarkan, saya menunggu dan ketika dia pulang harus saya yang menjemput. Jika tidak dituruti, pasti Reza menangis.Begitu juga kalau tidur. Sebelum tidur, entah tidur siang atau tidur malam, Reza harus saya temani. Dia baru bisa tidur kalau ada saya di sisinya.Dugaan saya mengapa dia lengket terus seperti itu karena dia terbiasa jadi anak tunggal. Selain itu, saya ‘kan ibu rumah tangga, sehingga kebersamaan kami nyaris 24 jam. Saya juga masih tinggal bersama ibu mertua. Sementara kakak dan adik ipar saya tinggal berlainan rumah, sehingga Reza jadi anak dan cucu tunggal di rumah.Faktor lain yang menyebabkan dia begitu karena tidak ada teman sebaya di lingkungan rumah. Hubungan Reza dengan ayahnya, Yasser Girindra (35 tahun), cukup dekat. Tapi pada ayahnya, ia tidak menempel terus seperti terhadap saya.Melihat Reza seperti itu, dalam hati saya senang-senang saja. Daripada dia dekat dengan pembantu ‘kan? Sepanjang saya masih sanggup meladeninya, akan saya turuti. Bila ia mau ikut saya ke mana pun saya pergi, atau berada di dekat saya terus menerus tanpa lepas dari pandangannya, saya tak keberatan.Walau senang dengan kelekatan Reza, kadang-kadang perasaan kesal menerpa juga. Misalnya, kalau dia minta ikut padahal saya harus pergi ke suatu tempat yang tidak mungkin dia ikut. Pernah saya harus hadir di reuni SMA yang disarankan tidak mengajak anak dan pasangan. Tapi saya gagal memenuhi syarat itu. Saya jadi satu-satunya ibu yang membawa anak ke reuni.Untuk mendidik dia agar tidak lekat terus begitu, saya selalu mengatakan padanya bahwa dia tidak bisa terus-terusan dengan ibunya. Apalagi sebentar lagi dia akan menjadi kakak. Untungnya dia mengerti. [J1]Yang membuat saya heran, selama saya hamil, kemanjaannya justru berkurang. Mungkin karena saya katakan bahwa dia akan menjadi kakak yang akan mengasuh adiknya kelak. Satu lagi siasat saya, jika saya harus pergi sendiri, saya membelikan games terbaru dari Play Station karena dia senang permainan itu. Jika sudah asyik, dia bisa melepas saya pergi, walau tak lama. Jika saya pergi lebih dari satu jam, dia akan menelepon saya.Anak Kurang Merasa Aman dan Nyaman
Sebenarnya periode kelekatan pada anak usia 1 - 2 tahun masih wajar. Anak di usia ini sedang butuh kelekatan dengan figur afektif. Misalnya, ibu, ayah, babysitter , atau kakek-nenek. Anak akan lekat pada figur yang membuat dia merasa aman dan nyaman. Pada proses itu, t rust, atau pembentukan rasa percaya dan aman, terjadi.Ketika melewati usia 2 tahun, anak seharusnya mulai bisa dilepas sendiri, karena dia mulai masuk tahap otonomi. Artinya, ia mulai mampu melakukan apa-apa sendiri. Ia bereksplorasi ke lingkungan sekitar sendiri, bisa lepas dari orang tuanya dan bergaul dengan orang lain atau beradaptasi dalam lingkungan baru. Jadi, si kecil pun tidak harus dengan ibunya terus menerus.Kita menyebut seorang anak clinging, atau terlalu lekat, apabila anak usia 3 tahun ke atas masih melekat terus pada ibunya atau figur afektif. Misalnya, anak itu mau ikut ke mana pun ibu pergi dan menangis jika tidak boleh ikut. Atau, saat masuk sekolah, dia harus ditunggui terus menerus. Masuk ke suatu lingkungan baru tidak bisa, maunya dengan ibu.Penyebab clinging pada dasarnya adalah karena kurangnya rasa aman dan nyaman ( insecure ) dalam diri anak. Rasa aman ini bisa terganggu misalnya pada seorang anak yang adiknya baru lahir. Ia melihat bahwa sosok baru ini menguasai figur signifikan dia (ibunya), sehingga rasa amannya terancam. Pola asuh yang over protektif dan selalu menuruti segala permintaan anak juga bisa menyebabkan anak clinging . Anak selalu dilindungi dan tidak diberi kesempatan melakukan apa-apa yang semestinya bisa ia lakukan sendiri. Jadi, ketika anak harus sendirian, dia merasa tidak aman. Tapi, sebaliknya, anak yang tidak mendapat pemenuhan proteksi dari ibunya pun dapat merasa tidak aman.Pada kasus ibu rumah tangga penuh, harus dilihat kualitas kebersamaan dengan si kecil, bukan hanya kuantitasnya. Artinya, kehadiran ibu itu memang positif, namun lebih positif lagi jika ibu memberi sesuatu untuk anak; yaitu perhatian dan kasih sayang. Ini lebih efektif. Ibu rumah tangga yang 24 jam ada di rumah kalau bukan berarti ia memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup dan sesuai untuk anaknya.Apabila anak lebih dari satu, apakah porsi kasih sayang orang tua cukup seimbang antara anak yang satu dengan yang lain? Kadangkala kalau anak berikutnya datang, anak lain bisa terabaikan. Anak itu peka sekali jika ada orang baru hadir dalam kehidupannya. Penting diperhatikan bahwa anak butuh perhatian yang sama besarnya walaupun anak berikutnya lahir.Kalau anak terlalu lekat, maka ibu harus lebih peka bahwa anak ini insecure . Pada ibu bekerja, misalnya, tunjukkan pada anak bahwa walaupun ibu pergi, ibu akan kembali dan tetap ada untuk anak. Coba pahami juga tentang kegelisahan dan ketakutannya jika ibu tidak ada di sampingnya. Caranya, dengan langsung menanyakan kepadanya.Memasukkan anak ke playgroup atau Taman Kanak-kanak juga bisa menjadi langkah tepat, sepanjang anak tidak dilepas begitu saja. Langkah ini mengalihkan anak ke lingkungan sosial agar dia bisa berinteraksi dan membentuk dunianya dengan orang lain, bukan hanya orang tuanya. Namun katakan pada anak, di hari pertama sekolah ibu akan menunggui dan keesokan harinya dia bisa bersekolah sendiri
.Evi Sukmaningrum S.Psi .Staf pengajar Fakultas Psikologi, Universitas Atma Jaya, Jakarta
Sumber artikel: Ayahbunda-online.com
Mengenal Azas Kewarganegaraan di Korea selatan
Ada yang bertanya kepada saya tentang Kewarganegaraan Anaknya yang lahir di Korea, atas pernikahan sesama WNI di Korea. Juga kebetulan pas...
-
"Kemarahan bisa membuat seseorang menjadi Hina.. Hina dalam Perbuatan.. Kemarahan bisa membuat seseorang menjadi Buruk.. Buruk dalam ...
-
Ada yang bertanya kepada saya tentang Kewarganegaraan Anaknya yang lahir di Korea, atas pernikahan sesama WNI di Korea. Juga kebetulan pas...
-
Ditulis pada Januari 14, 2008 oleh bayikita Untuk melihat ketiga hal di atas memang tidak mudah, tapi jika kita sudah tahu cirinya, jadi mud...