Sunday 17 May 2009

Budayaku, Budayamu adalah budaya Kita.

(Tulisan ini adalah hasil karya saya yang saya ikutkan dalam ;lomba mengarang berbahasa Indonesia, walaupun tidak mendapatkan juara, tetapi bagi saya tidak masalah dan tidak penting,partisipasi dalam penulisan dan menyalurkan bakat tulis-menulis bagi saya itu yang terpenting.)

Korea Selatan, disebut lengkap atau nama asli dengan "Taehan Minguk(Republik Korea), juga disebut juga dengan "Negeri Pagi yang damai" dengan lambang bunga "Mawar Sharon", kadang ada yang menyebut "Bunga Sepatu" dalam bahasa Indonesia, "Mugunghwa" dalam bahasa Korea, artinya Bunga keabadian. Juga dalam dalam hal perekonomian dan teknologi disebut sebagai "Macan Asia" dari empat negara selain China, Jepang. Dikarenakan angka pertumbuhan perekonomian dan teknologi yang sangat cepat berkembang. Tetapi walaupun demikian negeri Korea ini masih sangat menjunjung tinggi budaya warisan dari leluhur bangsanya Negeri yang hampir 75 % merupakan daerah pegunungan , yang juga memiliki kehidupan masyarakatnya yang komplek. Negeri yang sangat menjunjung tinggi sompan santun, juga sangat menghormati hak hak orang lain, juga sangat menghargai budaya antri. Dimana-mana akan terlihat bagimana masyarakat, dengan antrian yang teratur rapi tanpa di komando dalam mengunakan fasilitas umum yang disediakan, hal ini dikarenakan kesadaran rasa disipilin sangat tinggi. Dipagi hari misalnya, bisa terlihat jelas bagiamana mereka harus antri untuk naik subway atau bus untuk menuju tempat kerjanya. Hal inilah yang sangat harmonis terlihat, budaya inilah yang belum dimiliki negara asal kami, yakni Indonesia. Dan saat ini sampai batas yang tidak bisa ditentukan, Korea selatan ini merupakan negeri ke dua bagi saya selain Indonesia. Dimana saat ini saya harus tinggal, berbaur bersama masyakat Korea yang indah ini.


Tinggal di luar negeri tidaklah gampang. Apalagi menjadi seorang ibu dan istri dari seorang yang berlainan kultur, bahasa dan budaya. Banyak kendala yang akan dan harus dihadapi disetiap langkah kehidupannya. Fenomena alam baru, cuaca berbeda, orang-orang beragam, benda-benda unik dari kebiasan memandang, akan menjadi perubahan yang harus dihadapai. Maka dari itu sebelum kita putuskan untuk menikah dengan orang yang berlainan budaya, kultur dan bahasa, atau istilah lainnya adalah berlainanan Kewarganegaraan setidak-tidaknya sedikit banyak kita harus mempelajari dahulu dan tahu perbedaan -perbedaan itu ,agar nantinya tidak muncul masalah besar dikemudian hari.


Budaya dimaksud dalam konteks ini tidak terbatas pada cara menyampaikan pendapat, kebiasaan sehari-hari, dan kekayaan, tetapi juga sampai ke hal-hal yang dianggap sepele sekalipun yang bagi mereka mungkin sangat penting dan harus dijalani. Walau tidak bisa dipungkiri permasalahan pasti akan timbul juga dalam setiap mahligai pernikahan, terlepas dari perkawianan campuran atau tidak.. Tetapi semua itu tergantung bagimana kita menyingkapi permasalahan tersebut. Budaya dalam berkeluarga di tiap negara berbeda-beda. Suatu perbuatan menjadi biasa di negara tertentu, sebaliknya menjadi aib di negara lain. Seringkali persoalan budaya itu terabaikan oleh calon pasangan kawin campur. Hambatan budaya muncul tanpa disadari, sehingga pada akhirnya menimbulkan miskomunikasi(kejenjangan komunikasi) antar pasangan. Bukan tidak mungkin miskomunikasi itu berakhir dengan perceraian. “(Masalah) budaya jarang terlihat, tapi bisa menimbulkan insiden. Sebab saat ini banyak terjadi permasalahan yang dihadapi dalam perkawinan campuran, dikarenakan sedikit banyak dari pasangan tersebut tidak bisa menerima dan belum memahami kultur budaya masing-masing pihak. Perkawinan dengan orang asing memerlukan komitmen seumur hidup untuk tinggal dengan orang yang berbeda budaya. Sementara setiap perkawinan memerlukan penyesuaian, dan perkawinan dengan orang asing biasanya lebih membutuhkan penyesuaian pada kedua belah pihak daripada dengan orang yang dikenal. Seperti saya saat ini yang harus tinggal dan mendampingi seorang laki-laki berkewarganegaraan Korea, sedang saya sendiri berkewarganegaraan Indonesia. Permasalahan perbedaan kultur budaya itu juga muncul. Beruntung, sebelum menikah dengan suami saya ini sebelumnya saya telah tinggal dulu selama 2 tahun di Negeri Korea ini. Jadi sedikit banyak saya mengenal dan tahu kultur budaya di negeri Ginseng ini. Tetapi walaupun begitu masih banyak kultur budaya yang belum banyak saya ketahui khususnya dalam kebudayaan-kubudayaan dalam hubungan kekeluargaan di Korea ini. Dan tenyata banyak sekali hal-hal yang belum saya ketahui sebalumnya. Semisal sebagai menantu perempuan satu-satunya dikeluarga besar suami. Sayalah yang harus berperan aktif dalam setiap ada acara keluarga, atau hari besar Korea, semisal di Tahun baru(Sollal), juga Chusook. Adat istiadat atau kebiasaaan konfusianisme di Korea masih sangat kental sekali. misalnya upacara peringatan untuk orantua yang telah meninggal atau leluhur dan upacara pemujaan di hari besar tertentu merupakan hal yang terpenting. Dan biasanya pada upacara peringatan tersebut seluruh anggota keluarga berkumpul bersama, menyiapkan makanan dan menghormati yang telah meninggal. Biasanya anak laki-laki tertua atau anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga yang memimpin upacara tersebut. Disini peran sebagai menantu perempuan juga sangat tidak ketinggalan pentingnya, yaitu menyiapkan semua keperluan untuk acara tersebut. Pertama saat menjalaninyapun saya dengan perasaan sedikit marah, sebab apa? untuk persiapan upacara peringtan tersebut semua dipasrahkan kepada saya . Saya berfikir kenapa mesti saya? Hal ini jugalah yang akhirnya menjadi permasalahan kecil dalam keluarga kami khususnya saya dan suami, tetapi hal tidak sampai berkelajutan sebab hal tersebut saya singkapi dengan pikiran positif. Dan akhirnya setelah bicara dari ke hati dengan suami, juga informasi dari beberapa teman Korea, hal tersebut merupakan bagian dari budaya dan adat Korea yang harus di jalani setiap menantu wanita, tidak terkecuali menantu wanita Warga negara Korea sendiri. Hal -hal yang seperti itulah apabila kita tidak bisa memahami dan menerima akan menjadi batu sandungan bagi setiap perkawinan. Bagiamana kita menyingkapi dan meyelesaikannya saja dengan baik agar semua bisa berjalan semestinya. Seperti juga halnya berbedaan budaya yang sangat menyolok dalam budaya Korea dan Indonesia, yakni masalah Gender dalam Keluarga. Disini ,kebudayaan garis keluarga di Korea adalah berdasarkan atas sistem Patrilinial, dalam artian kebudayaan keluarga Korea sangat mementingkan Gender laki-laki dibanding anak perempuan, jadi setiap anak-laki-laki sangat penting peranan dan keberadaannya dalam kehidupan keluarga besarnya, Laki-lakilah yang bertanggung jawab untuk perawatan, kehidupan kedua orang tuanya. Dan menurut adat Koreapun percaya bahwa anak laki- laki lebih unggul daripada anak perempuan. Tetapi di Indonesia tidaklah demikian. Setiap anak baik laki-laki maupun perempuan sama kedudukan dan tanggung jawabnya dalam setiap keluarga besarnya, juga masih ada toleransi untuk saling membantu saudara atau kakak adik yang dalam kesulitan tanpa memandang gender yang ada. Demikian juga yang saya alami saat ini, yakni berhubung suami saya adalah anak laki-laki satu-satunya dari 4(empat) bersaudara, maka secara otomatis sayalah yang harus menanggung kehidupan ibu mertua saat ini(Bapak mertua sudah meninggal dunia), dengan aktifnya setiap bulan kami harus mengirimkan uang kepada mertua saya. Hal ini pernah saya utarakan kepada suami saya, kenapa hanya anak laki-laki yang harus menangung semua kehidupan orang tuanya?bagaimana kalau kehidupan ini terjadi di Indonesia? bisa celakalah orang yang tidak mempuyai anak laki-laki seperti keluarga besar kami yang semuanya adalah wanita dalam 5 (lima)bersaudara. Kalau hal seperti ini saya jadikan pokok permasalahan dalam keluarga kami akan terjadi percecokan antara aku dan suami, dan kehancuralah yang akan terjadi, Tetapi hal ini seklai lagi saya tegaskan tidak pernah terjadi dalam keluarga kami sebab semua perbedaan yang muncul saya kembalikan lagi dalam pemikiran yang positif, inilah budaya, yang mau tidak mau harus kita jalani, karena sudah konsekuen memutuskan menikah dan hidup dengan orang yang berlainan kulltur dan budaya. Hal inilah yang sangat penting untuk menjadi pondasi dalam setiap perkawinan. Begitu juga yang dilakukan suami saya, juga berusaha mempelajari bagaimana budaya Indonesia. Bagimana yang boleh, dan bagaimana yang dianggap aib bagi budaya Indonesia. Semua ini biar sejalan dan berusaha saling mengisi dan memahami perbedaan tersebut. Sebab permasalahan kecil akan menjadi besar karena hal-hal kecil dalam perbedaan budaya dapat kita hindari setiap pihak mau memahami dan belajar dari masing-masing pihak.


Kita memilih untuk menikah dengan pasangan kita. Konflik jelas akan terjadi terutama karena cara pandang yang berbeda. Mengatasi konflik secara positif lebih memberi peluang pada kita untuk berkembang dan menjadi bijaksana. Inilah prinsip yang selalu saya tanamkan di hati saya pribadi.


Konsekuensi Hidup di luar negeri yang yang jauh dari sanak sudara, bukan pekerjaan yang mudah. banyak budaya di sekitar kita dilingkungan yang baru kadang bisa membuat kita "cultur schok'. Stress ini terjadi karena tiba-tiba seseorang menghadapi banyak hal yang baru dan berbeda dari kebiasaan, bahasa dan budayanya. Sebab memang banyak sekali keragaman kebiasaan, budaya, bahasa disekitar kita yang kadang tidak sesuai dengan kebiasaan yang telah meresap hati, yang dengan tiba-tiba harus mengikuti budaya dimana kita tinggal.


Seperti juga di Korea ini, Walaupun negeri ini sangat maju dan sering dijuluki dengan "Macan Asia" seperti yang telah saya ungkapkan diatas,Tetapi di negeri ini sebagian kecil sikap diskriminasi terhadap orang asing yang tinggal di Korea masih ada. Hal ini kadang yang membuat kita para pendatang asing sedikit jengah dengan sikap mereka. Hal ini mungkin dikarenakan masih tingginya rakyat Korea menjunjung tinggi nilai budaya bangsa. Orang Korea sangat bangga dengan "Homogenesis atau keseragaman mereka. yaitu dimana mereka percaya bahwa mereka telah mempertahankan bangsa satu darah dan kemurnian selama ribuan tahun. Karena hal itu pulalah maka mereka tidah mudah menerima orang-orang dari negara lain. Dan baru beberapa Tahun ini bagi rakyat Korea baru mau menerima kehadiran orang asing sejak banyaknya perkawinana lintas bangsa hadir di negera Korea ini.


Dan dari banyaknya perbedaan perbedaan yang hakiki dari masing-masing budaya dua bangsa yang berbeda ini apabila kita padukan saya yakin akan menjadi perpaduan yang harmonis


Secara umum ada budaya atau kebiasaan di Korea apabila diterapkan bagi bangsa Indonesia dianggap tidak sopan, misalnya : memberikan sesuatu barang dengan tangan kiri adalah hal biasa di Korea, tetapi tidak dengan bangsa Indonesia, hal ini bila diterapkan di negara Indonesia benar-benar dianggap tidak sopan, melanggar etika pergaulan. Juga dinegara Korea ini, menyentuh kepala orang lain dianggap sebagai keakraban dalam persaudaraan atau pertemanan, juga tidaklah demikian di negara Indonesia, jangan sampai kita menyentuh kepala orang lain walau seakrab apapun pertemanan kita, hal ini bisa dianggap kurang ajar dan sangat tidak sopan. Hal-hal demikian lah seperti yang telah saya sebutkan diatas bahwa "Suatu perbuatan menjadi biasa di negara tertentu, tetapi menjadi aib dinegara lain."


Dan saat ini masih banyak budaya -budaya Korea yang sangat unik dan sangat berbeda dengan budaya negara Indonesia dimana saya berasal.
Ada budaya Korea yang saat pertama saya menjalaninya agak risih, yakni dalam cara makan bersama di Korea, di sini untuk makan bersama untuk sayur yang di sediakan satu wadah bisa di makan berame-rame tanpa dipisahkan di dalam mangkok kecil masing-masing, .hal ini tidak bisa di terapkan di Indonesia, sebab kalau budaya ini diterapkan di Indonesia, orang-orang Indonesia tidak bakalan ada yang mau makan hidangan tersebut, karena hal seperti itu di Indonesia dianggap menjijikan. tetapi memang benar istilah "lain ladang lain belalang". Lain bangsa lain budaya juga. Tetapi saat ini bagi saya yang telah mengikrarkan suatu ikatan perkawinan dengan laki-laki yang berlainan bangsa, juga berlainan budaya, terpatri di hati ini, Budayamu, budayaku saat ini adalah menjadi bagian dari budaya kita, aku dan suamiku. Dan untuk anak kami nantinya akan saya ajarkan bagimana menerapkan dua budaya orang tuanya berasal dengan penyesuaian tempat dimana dia berada.


Mengenal Azas Kewarganegaraan di Korea selatan

Ada yang bertanya kepada saya tentang Kewarganegaraan Anaknya yang lahir di Korea, atas pernikahan sesama WNI di Korea. Juga kebetulan pas...